makalah etika bisnis dalam prespektif islam
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia bisnis Indonesia tengah mengalami
proses perubahan. Arus globalisasi yang semakin deras tengah menekan dunia
bisnis Indonesia untuk mengadopsi standar – standar pengelolaan bisnis secara
internasional. Sustainable development maupun green business merupakan isu yang
semakin berkembang. Masyarakat dunia semakin peduli akan kelestarian
lingkungan. Keseimbangan dunia bisnis dan lingkungan harus bisa dicapai. Ecolabeling merupakan salah satu contoh usaha
masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan dari ancaman dunia bisnis.
Dunia bisnis akan bisa survive jika
mereka dapat menjaga keseimbangan dirinya dan lingkungannya. Profit bukanlah
semata – mata tujuan yang harus selalu diutamakan. Dunia bisnis juga harus
berfungsi sosial dan harus dioperasikan dengan mengindahkan etika – etika yang
berlaku dimasyarakat. Para pengusaha juga harus menghindar dari upaya yang
menyalagunakan segalah cara untuk mengejar keuntungan pribadi semata tanpa
peduli berbagai akibatyang merugikan pihak lain, masyarakat luas, bahkan merugikan
bangsa dan negara.
Etika dalam istilah umum adalah ukuran
perilaku yang baik. Bahkan ada yang berpendapat bahwa islam itu akhlak karena
mengatur semua perilaku kita, mulai dari tidur sampai bangun kembali bahkan
sampai pada ekonomi, bisnis dan politik. Etika atau moral dalam bisnis
merupakan buah dari keimanan, keislaman dan ketakwaan yang didasarkan pada
keyakinan akan kebenaran Allah SWT. Islam diturunkan Allah pada hakekatnya
adalah untuk memperbaiki akhlak atau etika yang baik.
1.2.
Rumusan Masalah
1.2.1
Bagaimana pengertian etika bisnis dalam islam ?
1.2.2
Bagaimana etika bisnis islam berbeda dengan etika bisnis lainnya ?
1.2.3
Bagaimana aktivitas bisnis yang dilarang dalam syariat islam ?
1.3.
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui bagaimana pengertian etika bisnis dalam islam
1.3.2
Untuk mengetahui etika bisnis islam berbeda dengan etika bisnis lainnya
1.3.3
Untuk mengetahu aktivitas bisnis yang dilarang dalam syariat islam.
1.4
Manfaat
Dengan
adanya makalah ini, dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan
dan wawasan serta dapat dijadikan referensi pengusaha untuk berperilaku sesuai
etika syariat islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Bisnis dalam Islam
Etika
dipahami sebagai seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia (a code or set
of principles which people live). Berbeda dengan moral, etika merupakan
refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk.
Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian
kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk dan apa alasan pikirnya, merupakan
lapangan etika. Perbedaan antara moral dan etika sering kabur dan cendrung
disamakan. Intinya, moral dan etika diperlukan manusia supaya hidupnya teratur
dan bermartabat. Orang yang menyalahi etika akan berhadapan dengan sanksi
masyarakat berupa pengucilan dan bahkan pidana.Bisnis merupakan bagian yang tak
bisa dilepaskan dari kegiatan manusia. Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi
manusia, bisnis juga dihadapkan pada pilihan-pilihan penggunaan factor
produksi. Efisiensi dan efektifitas menjadi dasar prilaku kalangan pebisnis.
Sejak zaman klasik sampai era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi
tidak begitu mendapat tempat. Ekonom klasik banyak berkeyakinan bahwa sebuah
bisnis tidak terkait dengan etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung
jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Atas nama
efisiensi dan efektifitas, tak jarang, masyarakat dikorbankan, lingkungan rusak
dan karakter budaya dan agama tercampakkan.
Perbedaan
etika bisnis islam dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi
terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip
ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah
memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan
memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan,
perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan
kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran
dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan
aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.
Jika kita menelusuri sejarah,
dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan
ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam
disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat
peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari
kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan
melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis
di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat
dilihat pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan,
sesungguhnya didunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”.
Kunci etis dan moral bisnis
sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke
dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang
pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami
yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan
akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia
tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik
bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis
Islam adalah kejujuran
(QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran adalah
seorang pengusaha
senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya
”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada
kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak
yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai
hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia,
serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang
pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi
kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak
punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak
menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama
para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada” (Hadits).
Sifat toleran juga merupakan kunci
sukses pebisnis muslim, toleran membuka
kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah
mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya
modal. ”Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli
serta melunasi hutang” (Hadits).Konsekuen terhadap akad dan perjanjian
merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun sesungguhnya Allah memerintah
kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS: Al-
Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan orang dari
kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu tiga
perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia
mengingkari, ketika dipercaya ia khianat” (Hadits).
2.
Etika Bisnis Islam
Islam merupakan sumber nilai dan
etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana
bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai
dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor
produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah,
barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik
menyangkut hak milik dan hubungan sosial. Aktivitas bisnis merupakan bagian
integral dari wacana ekonomi. Sistem ekonomi Islam berangkat dari kesadaran
tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, seperti kapitalisme dan
sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak
dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua sistem itu dari
wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi
dari kepentingan (interest). Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu
sedangkan sosialisme berangkat dari kepentingan kolektif.
Bisnis syariah merupakan
implementasi/perwujudan dari aturan syari’at Allah. Sebenarnya bentuk bisnis
syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya
memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen.
Namun aspek syariah inilah yang membedakannya dengan bisnis pada umumnya.
Sehingga bisnis syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya, juga
menjalankan syariat dan perintah Allah dalam hal bermuamalah. Untuk membedakan
antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui
ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri
tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:
1.
Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam doktrin
Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah
sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini,
beliau bersabda:
“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan
yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa
yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah
sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang
meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2.
Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah. Nilai ruhiyah adalah
kesadaran setiap manusia akan eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah
yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam wujud ketaatan di setiap tarikan
nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini harus terwujud ,
yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku
(personil).
3.
Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram. Seorang
pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta (tahqiqul manath)
terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping juga harus paham
dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
4.
Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi. Intinya pada masalah ini
adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami
dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan
rugi secara material.
5.
Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat. Bisnis tentu di lakukan untuk
mendapat keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam
Islam. Karena di lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi
(qimah madiyah). Dalam konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan
dirasakan, memang berupa harta.
6.
Namun, seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi
hidupnya. Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir.
Oleh karenanya. Untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang
dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah .
Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita lakukan selalu mendasarkan
pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.
Etika
bisnis dapat ditinjau dari sisi etika pendirian perusahaan, etika manajemen,
etika produksi, etika pemasaran atau marketing, etika menejer, etika karyawan,
dan etika konsumsi. Diasumsikan karena entitas, lembaga, institusi dan mukalaf
(orang yang bertanggung jawab) dalam islam tidak dapat dipisahkan, etika
pribadi sebagai seorang muslim yang mukalaf yang memiliki kewajiban selaku
muslim berlaku juga pada perusahaan, lembaga dan organisasi.
a.
Etika pendirian perusahaan
Umumnya dalam mendirikan perusahaan
dalam islam yaitu dilandaskan beberapa etika, yaitu hanya mendirikan bisnis
dengan niat karena Allah dan menjalankannya sesuai dengan syariat islam,
menjadikan perusahaan sebagian dari fungsi
amar makruf nahi munkar demi
kemashlahatan umat dan menjadikan perusahaan dengan fungsi sosial sesuai
ketentuan syariat islam.
b.
Etika manajemen
Dalam perusahaan, pihak yang
bertanggung jawab pada kegiatan bisnis adalah manajemen sehingga sukar untuk
memisahkan manajemen dan perusahaan. Perusahaan harus memiliki etika yang
dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan oleh manjemen, pemilik, dan mereka yang
terlibat didalamnya seperti yang disyariatkan dalam islam. Etika yang harus
diperhatikan majemen yaitu, memberikan informasi yang lengkap dan benar,
mendengarkan keluhan pelanggan, tidak menjual barang yang rusak atau
kadaluwarsa, tidak menjual barang haram, memberikan hak konsumen berupa
keamanan, menciptakan lingkungan atau budaya budaya bisnis berdasarkan syariat,
menerapkan manjemen yang jujur dan amanah sesuai syariat, membayar kewajiban
(pajak, zakat, infak dan sedekah) serta mematuhi semua perintah Allah dan
pemerintah.
c.
Etika produksi
Memproduksi adalah usaha perusahaan
yang menggunakan manusia dan mesin untuk menukarkan bahan – bahan dan bagian
kepada produk yang boleh dijual. Bermula dari proses produksi lagi para
pengusaha harus berpegang pada nilai – nilai dan etika yang luhur untuk
mengelakkan kesalahan seperti penyedian produk yang tidak berkualitas, produk
atau prosesnya yang mencemarkan alam sekitar dan juga penjualan produk yang
membahayakan konsumen.
d.
Etika pemasaran atau marketing
Pemasaran adalah suatu kegiatan yang
terus menerus berlaku didalam masyarakat dan diharuskan untuk memenuhi
kebutuhan tiap individu. Kegiatan pemasaran perlu dikelola dengan metode 4P (produk, price, promosi dan place.
e.
Etika menejer
Etika menejer merupakan standar
perilaku yang memandu menejr dalam melakukan aktivitas mereka. Dalam pandangan
islam, sseorang menejer harus menjadi penerima manajemen yang amanah,
memperlakun bawahan sesuai dengan nilai islam, mengharagai keyakinan karyawan
lain, membentuk iklim tim yana islami dan tidak melakukan manipulasi dalam
bentuk apapun.
f.
Etika karyawan
Dalam hubungan kerja, banyak nilai –
nilai norma yang harus titanam dan dijaga. Dalam pandangan islam seorang
karyawan harus bekerja secara ikhlas dan dianggap ibadah, jujur dan amanah,
mematuhi pemimpin, dan rela bekerja sama dengan tim lain.
g.
Etika konsumsi
Pola konsumsi dalam islam harus
menjamin agar konsumsi itu akan melahirkan serta dapat menciptakna jiwa yang
sehat dan tentram, menciptakan akhlak yang mulia. Islam menganjurkan untuk
membelanjakan uang agar dapat berputar untuk kemajuan perekonomian. Islam menganjurkan
sifat filantropik berupa kegiatan infak, wakaf dan sedekah.
3.
Aktivitas
Bisnis yang Terlarang dalam Syariat Islam
a.
Menghindari transaksi bisnis yang
diharamkan agama Islam. Seorang muslim haruskomitmen dalam berinteraksi dengan
hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha muslim tidak boleh
melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yangdiharamkan oleh syariah. Dan
seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang
mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak halal atau mengandung
bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan
dengan dunia gemerlap seperti night club discotic cafe tempat bercampurnya
laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak, suguhan minuman dan
makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al Maidah;100) adalah
kegiatan bisnis yang diharamkan.
b.
Menghindari cara memperoleh dan
menggunakan harta secara tidak halal.Praktik riba yang menyengsarakan agar
dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al Baqarah;275-279),
sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak
transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan
akan merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh
orang lain serta mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah
perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 –35).
Berlebihan dan menghamburkan uang untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya
kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut
dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan
bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).
c.
Persaingan yang tidak fair sangat dicela oleh
Allah sebagaimana disebutkan dalamAl-Qur’an surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah
kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang batil”. Monopoli
juga termasuk persaingan yang tidak fair Rasulullah mencela perbuatan tersebut
: ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah”, ”Seorang
tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli
itu dilaknat”. Monopoli dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar dengan
mencegah pelaku lain untuk menyainginya dengan berbagai cara, seringkali dengan
cara-cara yang tidak terpuji tujuannya adalah untuk memahalkan harga agar
pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar. Rasulullah bersabda :
”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga, niscaya Allah
akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di hari
kiamat”.
d.
Pemalsuan dan penipuan, Islam sangat
melarang memalsu dan menipu karena dapat
menyebabkan kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan
permusuhan dan
percekcokan. Allah berfirman dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan
sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang
benar”. Nabi bersabda ”Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan
kata-kata manis”.
Dalam bisnis modern paling tidak kita menyaksikan cara-cara
tidak terpuji yang
dilakukan sebagian pebisnis dalam melakukan penawaran
produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam. Berbagai bentuk penawaran
(promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.
Penawaran dan pengakuan (testimoni)
fiktif, bentuk penawaran yang dilakukanoleh penjual seolah barang dagangannya
ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan testimoni keunggulan
suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.
2.
Iklan yang tidak sesuai dengan
kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media televisi, atau
dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat
radio seringkali memberikan keterangan palsu.
3.
Eksploitasi wanita, produk-produk
seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun produk lainnya seringkali melakukan
eksploitasi tubuh wanita agar iklannya dianggap menarik. Atau dalam suatu
pameran banyak perusahaan yang menggunakan wanita berpakaian minim menjadi
penjaga stand pameran produk mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu
pembeli agar melakukan pembelian terhadap produk mereka.Model promosi tersebut
dapat kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam sebagai agama yang
menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak dapat
dipisahkan dengan bagian yang lain.
4.
Demikian pula pada proses jual beli harus dikaitkan
dengan ’etika Islam’ sebagai bagian utama. Jika penguasa ingin mendapatkan rezeki
yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu ingin dinaikkan derajatnya
setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti syari’ah Islam secara menyeluruh,
termasuk ’etika jual beli’.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimapulan
Islam tidak
memandang aktivitas bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia sebab semua
aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah
disyariatkan Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia
terjadi, yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.Etika bisnis adalah tuntutan yang harus
dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi.
Jika saja pengambilan keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan
pelaku ekonomi, bukankah hal ini menjadikan supply-demand tidak seimbang, pasar
bisa terdistorsi dan seterusnya. Betapa indahnya jika sistem bisnis yang kita
lakukan dibingkai dengan nilai etika yang tinggi.Etika itu akan membuang jauh
kerugian dan ketidaknyamanan antara pelaku bisnis dan masyarakat. Lebih dari
itu, bisnis yang berdasarkan etika akan menjadikan sistem perekonomian akan
berjalan secara seimbang.
2.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, Sofyan S. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif
Islam. Jakarta : salemba Empat.
Ricky, W Griffin and Ronald, J Ebert. 2007. Bisnis_edisi
kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga
Sukirno, Sadono dkk.2004. Pengantar Bisnis. Jakarta : Prenada
Media
Komentar
Posting Komentar